Kutitipkan
do’a pada sepasang burung
Yang terbang
meninggalkan teralisku
Menuju
langit luas tak terbatas
Kutinggalkan harap pada empuk
bantalku
Untuk kuintip dan kukumpulkan
Jika nanti di sana kubenamkan wajahku
Penaku
menari seperti terisap angin
Menyaingi
gerak lembut dedaunan
Sebelum
akhirnya terputus, jatuh berguguran
Maka kuresapi setiap kata yang
telah tertulis
Meraih kembali semangat yang
kupatri
Jauh, di hari-hariku yang sepi
Impian, kau
lihat aku?
Aku tahu kau
mendatanginya
Ia yang
merangkak bangkit dan berjuang
Pergi
meninggalkanku sendiri
Pemimpi mungkin jarang hanya
bermimpi
Ia menanggalkan keluguan di
pohon cemara
Mengepak, terbang sekuat tenaga
ke sana
Tinggallah ia sebagai pemimpi
abadi
Jika sanggup
tangan ini meraihnya
Melingkarkan
diriku di dalam peluknya
Semesta bertaruh, berapa lama lagi
Pemimpi akan mencari mimpi yang lain
Jika saja
aku punya cukup keberanian
Kukatakan
padanya, datanglah padaku!
Maka mimpi
itu memudar, berpendar
Berganti
kenyataan yang pahit
Oh, genangan itu menyisakan luka
Seorang anak yang menangis keras
Ia berlutut, menggapai-gapai
Entah ke mana jemarinya menyatu
Kutitipkan
do’a pada seutas benang
Yang rapuh
dan melilit begitu banyak orang
Menyakitkan,
begitu banyak kesalahan
Sebelum
berujung pada batang kesempurnaan
Pemimpi tetaplah seorang pemimpi
Ia menatap awan, terhanyut pada
butiran kapas
Menodai kaki dan tangannya dengan tanah
Dan darah, tanpa berhenti airmatanya
Pemimpi
tetaplah seorang pemimpi
Ia jarang
melihat kenyataan, dan tersakiti
Layarnya
telah merah dan ia masih melihat kesucian
Menanti
hingga kau datang ke sisi ini
_Kalibata,
31 Juli 2012, 15.09