Selasa, 25 Juni 2013

Abstract


Terang lagi..
Entah sudah berapa hari yang kulalui mengurung diri.
Eh, bukan dalam hal yang gloomy, bukan, justru aku sangat menikmatinya.
Inipun masih kurang.. Waktu yang kusediakan untuk diriku sendiri masih terasa belum tepat sebelum kulaksanakan keinginan itu satu-persatu.
Kata-kata tenggelam dalam senyuman yang tersungging kala melihat bercampurnya warna-warna itu.
Lalu kemudian aku lupa lagi. Aku memang hampir selalu lupa. Itulah yang selalu diwaspadai oleh para orang-orang besar, mereka katakan, “Jika inspirasi itu datang, segera tuangkan sebelum dia pergi”
Dan aku hanya membiarkannya berlalu.
Kalau kau lihat wajahku sekarang, aku sedang tersenyum. Dibilang aneh ataupun tidak berkeinginan pun aku tidak begitu peduli, ini hanya tentang rasa nyaman.
Nah lho, kau mengingatkanku lagi akan rasa nyaman.
Dari tahun ke tahun aku hidup dengan keinginan melalui sebuah petualangan. Entah kenapa aku selalu menginginkan hal-hal yang mencangkup sebuah tantangan.
Hal-hal yang mereka bilang sulit, tapi aku dengan sok percaya mencoba melaluinya.
Padahal aku ini manusia dengan sedikit sekali rasa kepercayaan diri.
Dan di setiap hal yang kuinginkan, aku selalu mendapatkan sisi amannya.
Eh, subhanallah ya, ini seperti kata-kata seseorang.
“Jika kamu berharap, berharaplah secara spesifik pada satu hal yang tinggi. Allah akan mengabulkan harapanmu pada hal yang lebih tinggi atau paling sedikit ia akan memberimu hal yang kau minta itu.”
Lalu bagaimana, dong? Aku entah kenapa selalu ingin mempersulit diri, padahal pilihan yang baik sudah diperlihatkan di depan mataku.
Baiklah, jika mengikuti jalan yang kususun sebagai seorang yang tidak peduli sekitar, aku tahu..
Sudahlah. Lupakan semuanya. Hari ini cerah, seharusnya berikan kesempatan pada dirimu untuk menikmatinya.
Nikmat Allah itu sangat luas, jangan bertingkah seolah-olah kita sudah tahu batasnya. In fact, batasnya itu tidak ada jika kita memenuhi kondisinya.
Kalau Allah berkehendak, nikmat-Nya tidak akan menyelinap pergi dari genggaman tangan ini.
Walau bisa juga berlaku sebaliknya, tapi kamu percaya kan pada kata percaya itu sendiri?
Aku juga begitu. Lagipula, siapapun kamu yang membaca huruf-huruf random ini, aku percaya kamu tidak menghakimiku dengan satu sisi saja, karena apa yang ada dalam benak manusia itu kan hanya Allah yang tahu.
Hm? Apa aku mulai bicara ngalor-ngidul lagi?
Tapi memang begitulah yang terjadi ketika kau menempatkan dirimu menyukai lintasan pelangi.
Bukankah warnanya bukan hanya satu? Justru keberagaman itu yang membuatnya indah.
Apa aku sedang memuji diriku sendiri? Nggak kok, aku justru memuji kamu.
Tuh kan, kebiasaanku adalah melakukan hal yang bertolak belakang dengan perkiraan orang.
Tapi anak kecil itu penurut, kok. Mereka hanya ingin melakukan apa yang mereka sukai. Percayalah bahwa mereka pun bisa menjadikan apa yang mereka kerjakan itu sebagai hal yang mereka sukai.
Seperti dalam cerita-cerita dongeng, kita sama-sama menyukai takdir, kan?
Maka kehangatan perasaan itu tidak akan lari ke manapun.
Selama cahaya kemurnian itu kita jaga dalam hati, apapun yang menghampiri pasti dapat kita lalui.
Di jalanku, di jalanmu, di jalannya, di jalan kalian, di jalan mereka, toh semuanya berusaha melalui jalan yang benar. Apakah jalan yang benar itu hanya ada satu? Atau mungkin hanya cara kita melaluinyalah yang berbeda.
Hei, tentram sekali gemericik di sini. Kalau kamu bisa mendengarnya, mungkin pikiran kita sudah saling terpaut.
Kalau tidak? Tidak apa, ini hanya hal acak yang kucanangkan sendiri.
Apakah senyum itu masih ada pada wajahmu? Aku yakin kamu percaya.
Kata seseorang yang menyenangkan, “Daripada tersenyum karena hal baik yang ada di sekitarmu, kenapa tidak coba untuk tersenyum lebih dahulu? Maka hal baik akan datang dengan sendirinya di sekitarmu.”
Jalan ini kita buat sendiri. Anak tangga ini kita susun sendiri.
Cobalah untuk tetap tersenyum, banyak hal yang akan kita temui.
Tulisan ini sudah semakin menyimpang? Sudahlah, aku tidak peduli.
Namanya juga belajar untuk meraih pembelajaran yang sejati.
Eh, berima. Sok puitis sekali aku ini.
:D

_Kalibata, 25 Juni 2013, 13.14 WIB

Minggu, 09 Juni 2013

Membeku



Terpaku oleh waktu
Sosok-sosok yang teronggok meratap dan menggeletak
Seperti telah tersapukan seluruh keinginan dalam hatinya
Seperti telah tertelan dalam putaran takdir yang membisu
            Terpaku oleh waktu
            Sekelebat bayang-bayang gelap dasi dan tas kulit hitam
            Sumringah di wajah sesenti lebih tinggi melihat kilau berlian
            Terlena dalam jutaan jepretan media yang semakin palsu
Samudra menggelegak
Merespon tangis langit di mana awan terlihat koyak
Memerintahkan jutaan buih, menghampiri lava yang terlelap
Akan tiba saatnya kau bangkit, binasakan para perusak

Terkurung dalam memori
Semburat merah pipi anak-anak yang bermain dan berlari
Aroma segar para wanita yang bercengkrama di sore hari
Tawa gembira, bahagia, saat kepala keluarga telah kembali
            Terkurung dalam memori
            Lompatan kecil putih merah di antara bebatuan
            Percik jernih yang ditimbulkan riak dan arus jeram
            Hijau sawah, lembah kabut dan puncak pohon durian
Menangis sudah potret para pendahulu
Pelukis sejarah yang pupus harapnya akan pewaris
Tumbang sudah pohon-pohon impian dalam sendu
Menyisakan benih, berbalut cinta tapi keruh dalam tangis

Udara semakin pekat menggeliat dan menggeram
Wajah-wajah yang masih memandang dengan satu mata terbutakan
Palsu, palsu, segalanya penuh intrik dan kuasa tanpa setitik moral
Tak sabar kaki tangan dan lidah untuk bersaksi meminta sesal
            Gemuruh langit berputar menurunkan kegelapan malam
            Membalut sosok-sosok tanpa daya dalam dingin peremuk tulang
            Tangan-tangan kuasa esa terulur di atas kepala batu manusia
            Menutup, mengambil dan menghentakkan masa
Tiada daya, tiada upaya
Gelap ‘kan menyelimuti tanpa suara
Mata terpejam tanpa sempat menatap asa
Lenyap, sirna tiada kau merasa