Setiap kali aku menatap ke langit, aku dihadapkan pada
gelapnya
Seperti sinar mentari,
Melihatmu datang menghampiri tempatku berpijak
Membuatku sedikit bergidik
Terangnya wajahmu diselingi rona yang tidak kuketahui
mengapa
Namun melihat wajah itu hanya membuatku semakin dalam
Berpikir dan mengira-ngira
Dalam satu kepala yang kurang pengajaran ini,
Begitu banyak pikiran yang terbersit dan melompat-lompat
Hingga tidak sanggup lagi kurangkaikan katanya
Terangnya wajahmu membuatku menatap pada kedua kakiku
Menatap kedua tanganku yang terpaut dan mengepal
Entah siapa lagi yang kemudian
Kudengar suaranya bertanya
Bertanya dan terus bertanya,
Mengapa mereka masih saja bertanya?
Kosongnya pandangan dari kedua bola mata ini
Bukanlah suatu hal yang dapat kujelaskan jika kau tanya
Jika saja aku sanggup menyusun kata dan cerita
Sepertimu, sedikit saja mendekati caramu
Aku pasti telah mencoba mendongak
Sebab yang kujumpai hanyalah gelap
Langit, bumi telah menunjukkan padaku batas dari sebuah
kesabaran
Bukan batas, namun celah
Langit, tidak dapatkah aku meraih sedikit kesempatan?
Sedikit yang kumiliki dan aku sudah ingin mendongak
Kemudian ditunjukkanlah padaku sudah berapa lama aku
menunduk
Penyambutan itu dipimpin malam,
Dan memang hanya diisi oleh malam
Hingga mata ini berputar
menggandeng kebingungan
Mungkin memang aku hanya dapat
melanjutkannya saat ini
Saat di mana kemanisan terlelap
Menyisakan sepi, dan di sanalah
Kelengahan menemani setiap masa
yang kuraih
Lambat, sekian lambat
Hingga tanganku tak mampu meraih
cahayanya
Itulah mengapa
Kini kita hanya berputar-putar di
tempat ini
Menunggu pagi tiba, menunggu
terangmu lagi
Langkah yang terhenti saat aku
menatap ke bawah
Terhenti lagi saat aku mendongak
ke atas
Sesaat mencari-cari harapan,
sudah demikian banyak
Waktu yang berlalu
Langit, kau beri lagi malam
bernaung di atas kepalaku
Desah yang melayang menyusul
kelelahan
Tak kau indahkan
Kedua tanganku tak lagi terpaut,
kau tahu
Mereka mengeras di tempatnya,
gemetar
Entah siapa lagi yang bicara,
Entah siapa lagi yang memanggil
Namun malam hanya mengisyaratkan
sepi untuk menemani
Bahkan ketika aku yang bertanya
Oh, kedua kakiku gemetar
Berkali-kali terjebak dalam emosi
yang sesaat
Betapa ingin mereka berlari
Namun yang didapati hanya lelah
Lelah yang mengejek, sudah berapa
lama kau tidak berlari
Hingga kini kau masih di sini
Berputar-putar dan tiada yang kau
raih
Tengoklah sekali lagi,
Langit sudah memuram
Pagi pun masih lama datang
Sekali lagi kau kehilangan
kesempatan itu
Sekali lagi kau ‘kan menangis
_Kalibata, 11 Maret 2014. 01.15